Rabu, 28 November 2012

Apa itu "ADA" ? Apa itu "TIADA" ?

Apa itu "ADA" ? 

Apa itu "TIADA" ?

Dikutip Oleh : I Gede Sugiarsa
Betul-betul kurang kerjaan ya? Sebenarnya ini adalah pertanyaan dasar yang coba dijawab oleh para filsuf mulai dari jaman jebot (dan juga masih berlangsung sampai sekarang). Apakah itu ‘ada’? Yang saya maksud dengan ‘ada’ adalah semua hal yang dapat ada atau keseluruhan kenyataan, baik itu yang aktual maupun yang mungkin. Kata ‘ada’ berlaku untuk semua hal sebagai keseluruhan maupun juga yang merupakan bagian darinya. Dengan kata lain, tidak ada kekecualian bagi ide “ada”. Contohnya: Tuhan ada, gelas ada, sapu ada, kucing ada, dan lain-lain. Segala sesuatu yang bukan ketiadaan, ADA. Titik, Itu saja. 

Mungkin ada yang bertanya: Bagaimana dengan hal-hal yang tidak diketahui [dan tidak akan pernah diketahui] oleh manusia, apakah mereka juga ada ? Hal ini misalnya menyangkut planet-planet yang tidak pernah kita ketahui, atau jenis-jenis kehidupan yang tidak pernah [dan tidak akan pernah] diketahui, atau sesuatu yang teramat sangat aneh bagi kita sehingga untuk membayangkannya-pun kita tidak bisa.

Ide ‘ada’ itu mencakup segalanya dan bersifat universal. Ide ‘ada’ ini tidak terbatas hanya pada pengalaman saja, dengan kata lain dia bersifat absolut. Ide ini tidak dapat direduksikan, sehingga pernyataan utama “sesuatu ada” adalah pernyataan absolut tentang sesuatu. Dari ide ‘ada’ diatas kita dapat menarik beberapa prinsip-prinsip dasar tentang konsep ‘ada’. Prinsip-prinsip ini mirip dengan prinsip-prinsip logika Aristoteles dan juga first-principle, dan saya mengambilnya dari beberapa buku tentang epistemologi :
  1. Prinsip Identitas : Apa yang ada, ada; Apa yang tidak ada, tidak ada.
  2. Prinsip Alasan Memadai : Apapun yang ada, mempunyai alasan memadai untuk keberadaannya.
  3. Prinsip Kausalitas/Penyebab Efisien : Apapun yang mulai ada, menuntut adanya suatu sebab efisien.
1. Prinsip Identitas
Kelihatannya prinsip ini hanyalah sesuatu yang kosong atau berupa pengulangan belaka alias tautologi. Bagi kebanyakan orang, prinsip itu sangatlah sederhana dan sangat dasar. Kalau kita menuliskannya dalam bentuk logika formal, maka bentuknya akan menjadi : 

A adalah A; Bukan-A adalah bukan-A. 
Prinsip identitas dalam konsep tentang “ada” adalah pedoman utama dan pertama atas semua gagasan. Dengan kata lain, jika kita tidak mengenalnya maka kita tidak akan mampu menyatakan apapun. Apa yang dinyatakan secara pasti oleh prinsip ini adalah, terdapat suatu perbedaan radikal antara “ada” dan “tidak-ada”. Prinsip ini tidak bisa disangkal karena dia merupakan pernyataan dasar atas segala sesuatu.
Prinsip ini dapat berganti pakaian menjadi prinsip kontradiksi : Tidak sesuatupun yang “ada” sekaligus “tidak-ada”.

2. Prinsip Alasan Memadai
Prinsip kedua inilah yang dulu pernah saya pakai untuk “menghabisi” kepercayaan dalam diri saya dan membangunnya kembali dari puing-puing kehancuran. Apa yang dinyatakan oleh prinsip ini adalah pikiran kita harus menangkap suatu dasar memadai bagi fakta bahwa sesuatu itu ‘ada’. Jika terdapat perbedaan antara ‘ada’ dan ‘tidak-ada’, maka dimanapun dan kapanpun kita mempunyai ‘ada’, maka kita harus mempunyai alasan/dasar yang memadai bagi fakta ‘ada’ tersebut. Jika ada dan tiada berbeda, maka ada sesuatu yang membedakannya secara memadai.

Dengan bahasa yang lebih sederhana, suatu dasar/alasan yang memadai bagi “ada” bukanlah “ketiadaan”. Tapi yang perlu diingat, prinsip ini tidak berhubungan dengan alasan-alasan dan sebab-sebab relatif yang bisa dilekatkan padanya. Kita mungkin sering mendengar/membaca kalimat-kalimat seperti ini :
"segala sesuatu ada untuk suatu tujuan tertentu"
atau
"Tuhan menciptakan sesuatu untuk maksud tertentu"
Alasan memadai tidaklah sama dengan “maksud” atau “tujuan” dari keberadaan sesuatu. Bukan itu yang dimaksud disini. Alasan memadai disini adalah sesuatu yang lebih dalam dan hakiki, atau dengan kata lain bersifat “dasar”. Harus ada suatu dasar yang hakiki bagi keberadaan sesuatu. 

 

"Tuhan ada"

 

Sesuai dengan prinsip pertama, pernyataan “Tuhan ada” adalah pernyataan absolut tentang sesuatu. Jika kita menerima premis itu, maka “Tuhan ada” bukanlah “Tuhan tidak-ada”. Penegasan ini penting karena kita akan berangkat dari situ. Sesuai dengan prinsip kedua, jika “Tuhan ada” maka harus ada suatu dasar/alasan yang memadai bagi keberadaannya itu. Apakah alasan/dasar memadai bagi “Tuhan ada” ? Dasar dan alasan “Tuhan ada” tidak bisa diletakkan pada sesuatu yang berasal diluar diri-Nya.

Tuhan adalah pengada-tak-terbatas, dan jika Dia ada maka haruslah terdapat dasar memadai bagi pengada tak-terbatas itu. Jawabannya sebenarnya berasal dari konsep tentang Tuhan itu sendiri. Tuhan ada karena kodrat-Nya adalah ADA. Tuhan ada dalam dirinya sendiri dan untuk dirinya sendiri (being-in-itself and being-for-itself). Kita tidak bisa mencari sesuatu diluar keberadaan Tuhan yang dapat dipakai sebagai dasar memadai bagi keberadaanNya.

3. Prinsip Kausalitas/Penyebab Efisien
Prinsip ini (sebenarnya sudah dibahas sedikit diatas) adalah implikasi langsung dari prinsip kedua. Prinsip ini dikenakan HANYA pada pengada-terbatas seperti manusia, benda, binatang, dan lain-lain. Prinsip ini mengatakan bahwa setiap pengada-terbatas harus mengandaikan bahwa ada dasar/alasan memadai dari luar bagi keberadaannya itu. Pengada-terbatas bukanlah dasar/alasan memadai untuk keberadaanya (dengan kata lain berbeda dengan Tuhan), maka oleh karena itu harus ada dasar di luar dirinya yang menegaskan keberadaannya itu.

Dasar memadai yang berasal dari luar atas keberadaan sesuatu dinamakan “sebab efisien”. Karena keberadaan sesuatu selalu membutuhkan alasan dari luar dirinya sendiri, maka eksistensi sesuatu itu adalah eksistensi relatif. Dia butuh sesuatu yang lain diluar dirinya sebagai dasar akan keberadaannya itu. Bedakan dengan Tuhan yang adalah eksistensi absolut.

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar