Oleh : I Gede Sudarsana, Sorowako
Secara kasat mata dengan dipancangkannya umbul-umbul lebih memberi kesan kemeriahan suasana. Inilah mungkin salah satu alasan diadopsinya umbul-umbul walau dalam bentuk dan aksesoris yang berbeda untuk kepentingan di luar kegiatan seremonial religius Hindu. Sepanjang tidak menyertakan idiom-idiom Hindu hal tersebut sah-sah saja dilakukan.
Umbul-umbul dalam agama Hindu adalah benda yang suci dan disakralkan. Hal ini disebabkan oleh karena umbul-umbul mempunyai mythologinya sendiri yaitu yang tersurat dalam kitab Itihasa dalam epos besar Mahabharata, pada kisah Arjuna Pramada yaitu diceritakan Prabu Yudistira bermaksud membuat istana yang indah maka disuruhlah adik-adiknya mencari contoh istana yang bisa akan ditiru.
Dalam persidangan Arjuna melaporkan bahwa konon istana yang sangat indah yaitu istana Alengka, tempat Dewi Sita ditawan oleh Rahwana. Keindahannya tak terlukiskan oleh kata-kata. Akhirnya Yudistira mengutus Arjuna untuk pergi ke sana, Arjuna meininta bantuan Sri Kresna untuk mengantarkannya dalam perjalanan menuju Alengka. Setelah sampai di tepi
pantai menyeberang ke Alengka, maka dilihatlah jembatan yang dahulu dibuat oleh bala bantuan tentara kera dari Sri Rama.
Setelah melihat jembatan itu. Sri Kresna terkenang pada penjelmaannya yang dahulu pada waktu beliau bereinkarnasi lahir sebagai Rama dan teringat serta rindu pada kesetiaan Hanoman, kerinduan ini menyebabkan Hanoman yang sedang bertapa tertarik oleh kerinduan Sri Kresna (reinkarnasi Wisnu) dan datang kehadapan Sri Kresna. Di lain pihak Arjuna berkata kepada Sri Kresna “Kanda saya tidak percaya pada kehebatan Hanoman dan para kera lainnya yang dikatakan begitu sakti, mengapa membuat jembatan seperti ini harus mengambil waktu beberapa hari. Saya dalam sekejap saja dapat membuatnya”. Kata-kata Arjuna ini didengar oleh Hanoman dan berkata “Ya Arjuna, bala tentara Sang Rama adalah banyak sekali, sebab itu kaini membuat jembatan yang kokoh”. Arjuna menjawab “Saya bisa membuat jembatan yang kokoh, barang siapa yang bisa mematahkan jembatan saya, saya akan sembah”. Kalau begitu cobalah kata Hanoman. Arjuna mengambil panah naganya dan begitu dilontarkan seketika menjadi jembatan yang kokoh sejajar dengan jembatan yang telah ada. Hanoman meloncat ke atas jembatan itu maka patahlah jembatan itu. Sri Kresna melihat kejadian itu, lalu melepaskan panahnya sehingga jembatan itu kembali sebagaimana semula dan Hanomanpun mencoba untuk mematahkan, tetapi tidak bisa. Sadarlah Hanoman yang dihadapinya itu adalah junjungannya Rama Dewa, yang lahir kembali menjadi Sri Kresna lalu mendekatinya mau menyembahnya.
Sebaliknya Arjuna mendekati Hanoman untuk menyembahnya, karena jembatan yang dibuat Arjuna telah bisa dipatahkan oleh Hanoman, tetapi Hanoman menolak dengan mengatakan manusia tidak boleh menyembah binatang, karena dia masih berupa monyet. Arjuna berkeras untuk menyembah, dengan mengatakan “Saya adalah ksatria Pandawa, saya tidak boleh ingkar pada kata-kata saya”. Perdebatan ini akhirnya diketengahi oleh Sri Kresna dengan manasehatkan Arjuna bahwa jangan merasa diri sakti, karena tidak ada makhluk di dunia ini yang sakti, hanya Hyang Widhilah yang maha sakti, dan hanya Beliaulah yang patut disembah.
Namun agar hutang sembah Arjuna bisa dilunasi, maka dikutuklah jembatan yang dibuat Arjuna itu menjadi umbul-umbul, dengan pesan agar manusia jangan takabur seperti Arjuna. Maka di manapun ada Parhyangan atau Pelinggih Dewa, maka dimukanya dipancangkan umbul-umbul dan kober (bendera) bergambar wanara. Dengan demikian, orang akan selalu ingat dengan peristiwa Arjuna dengan Hanoman, dan dengan menyembah di hadapan Parhyangan maka umbul-umbul dan bendera Hanomanpun ikut tersembah sebagai penebus janji bagi Arjuna. Untuk meyakinkan peristiwa itu, maka umbul-umbul itu dihiasai dengan gambar naga (panah naga dari Arjuna) dan gambar wanara yaitu gambar Hanoman.
Dengan sejarah yang singkat ini barangkali bisa disadari mengapa kita harus menyucikan umbul-umbul, yang tidak lain karena mempunyai sumber rujukan pada kitab suci Hindu, yang patut kita percaya dan yakini bersama, (Cerita Arjuna Pramada dikutip dari Cudamani).
Sumber