Perjuangan Arkeolog Unud Melacak Situs Trowulan, Mojokerto |
Temukan Drainase dan Sumur di Bekas Kerajaan Majapahit
Warga Hindu di Bali punya hibungan historis sangat erat dengan kerajan Hindu di Jawa, khususnya Majapahit. Ada tiga unsur yang menandai kentalnya kekerabatan tersebut. Yakni sejarah politik, tradisi, dan gaya arsitektur. Berikut hasil penelusuran para arkeolog Unud yang melakukan pelacakan situs peninggalan Majapahit di Trowulan, Mojokerto, Jatim.
C. SETIYATMOKO, Denpasar
----------
PULAU Bali sebagai sentra perkembangan agama Hindu Nusantara tak bisa lepas dari sejarah kerajaan Hindu di tanah Jawa. Sudah banyak arkeolog yang membuktikan hal tersebut. Namun tak banyak yang mengorek secara detail hubungan historis dua pulau yang hanya dipisahkan selat tersebut.
Menariknya, kini mahasiswa fakultas arkeologi dari empat universitas ternama di Indonesia, Universitas Udayana (Unud), Universitas Gajahmada (UGM), Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Hasanudin (Unhas) dan dibantu sepuluh dosen arkeologi Unud, melakukan penelusuran sekaligus melacak situs yang belum terungkap di Trowulan. "Kami bersama 79 orang mahasiswa dan dosen menggali situs Kerajaan Majapahit di dekat Candi Keraton, Trowulan," tutur Prof Dr I Wayan Ardika, MA Dekan Fakultas Sastra Unud.
Guru besar berpenampilan kalem itu mengaku separuh hidupnya dicurahkan untuk mengeluti arkeologi. Tak heran, ilmuan 56 tahun ini dipercaya memberikan materi pembekalan kepada peserta penggalian sebelum berangkat ke lokasi tujuan.
"Ada tiga hal yang menjadi bukti ikatan antara Bali dengan Majapahit. Yaitu sejarah politik, tradisi, dan arsitektur," jelas dosen jebolan Australian National University itu. "Ikatan ini berawal dari kehidupan Prabu Airlangga, Raja Kahuripan," tambahnya.
Dalam Prasasti Pucangan dijelaskan, Prabu Airlangga merupakan putra dari pasangan Prabu Udayana dari Bali, dan Mahendradata dari Jawa Timur keturunan Empu Sendok. Tahun 1041 Masehi, Airlangga diangkat menjadi Raja Kahuripan. Kala itu, dia masih berusia 16 tahun. Ketika Airlanga turun tahta, Kahuripan dipecah menjadi dua. Yaitu Jenggala dengan Panjalu (cikal bakal kerajaan Kediri). "Tahta Kerajaan Panjalu diberikan kepada putra mahkota. Sedangkan Jenggala diberikan kepada anak dari selir," tutur Ardika menerawang.
Lantas, apa hubunganya dengan Bali? Ternyata kehidupan kedua kerajaan "sedarah" ini tidak akur. Sedangkan Bali sendiri lebih condong kepada Panjalu. Puncaknya, ketika Kerajaan Singosari dipimpin Raja Kartanegara yang pro Jenggala menyerang Bali pada tahun 1284 Masehi. Tak hanya itu, 59 tahun kemudian kerajaan Majapahit yang notabene penerus Kerajaan Singosari, kembali menyerang Bali. Itu terjadi pada 1343 Masehi. Saat itu pasukan Majapahit yang dipimpin Gajah Mada berhasil menaklukkan Bali.
Untuk meredam stabilitas keamanan pasca penyerangan, Gajah Mada menunjuk Sri Kresna Kepakisan dari Panjalu untuk menjabat sebagai Raja Bali. "Ini adalah trik politik meredam gejolak. Bali condong ke Panjalu, makanya Majapahit menaruh orang Kediri untuk bertahta di Bali. Ini menggambarkan sejarah politik Bali-Majapahit waktu itu," kata Ardika.
Dari segi tradisi, Bali dengan Majapahit juga memiliki kemiripan. "Tahun 1362 Masehi, Raja Majapahit Prabu Hayam Wuruk menggelar upacara srada. Yakni memperingati 12 tahun meninggalnya ibunya, Tribuana. Saat ini upacara srada sama dengan memukur setelah ngaben.
Sedangkan dari sisi Arsitektur bangunan suci, diyakini juga ada kesamaan. "Contohnya catus pata di Bali, kebanyakan berada di timur laut. Analogi bangunan suci inilah yang sekarang kami aplikasikan ke Trowulan. Untuk mencari kesamaanya," jelas lelaki yang menetap di Jalan Pucuk, Denpasar itu.
Letak bangunan suci itulah yang sedang dikorek oleh "pasukan" Ardika di Trowulan, dekat Candi Keraton, sejak 27 Juli lalu. Menurut Ardika, mereka akan melakukan penelusuran hingga pertengahan Agustus ini. Namun banyak hal yang sudah mereka temukan. Diantaranya saluran drainase, sumur, dan lantai bangunan di bekas Kerajaan Majapahit. Bagaimana kondisi bangunan kuno tersebut, akan dikisahkan pada tulisan berikutnya.
Sumber