(Bagian 1)
Oleh : Rasa Acharya Prabhu Darmayasa Yudhāmanyuś ca vikrānta uttamaujāś ca vīryavān saubhadro draupadeyāś ca sarva eva mahārathāḥ Arti Kata: Yudhāmanyuḥ : Yudhāmanyu ca : juga vikrānta : sangat perkasa uttamaujāḥ : Uttamauja ca : juga vīryavān : pemberani saubhadro : putra Subhadrā draupadeyāḥ : putra-putra Draupadī ca : juga sarva : semua eva : adalah mahārathāḥ : ksatria hebat dalam pertempuran Terjemahan: Hadir pula ksatria-ksatria hebat seperti Yudhāmanyu yang pemberani dan Uttamauja yang sangat kuat, dan juga putra Subhadrā serta putra-putra Draupadī. Mereka semua adalah ksatria hebat dalam pertempuran. Catatan: Pada śloka ini disebutkan daftar para ksatria hebat (mahāratha) yaitu dua orang ksatria Pañcala, putra Subhadrā dan putra-putra Drupadī. “Yudhāmanyuś ca vikrānta uttamaujāś ca vīryavān” – kata vikrānta (pemberani) ditujukan kepada Yudhāmanyu dan kata vīryavān (kuat, pemberani) ditujukan kepada Uttamauja. Keduanya adalah putra raja Pañcala, sebuah kerajaan besar pada akhir zaman Dvāpara Yuga. Di sebelah utara dibatasi oleh pegunungan Himālaya, di sebelah timur oleh hutan suci Naimiśaraṇya, tempat ribuan maharṣi pada zaman dahulu bertapa, di sebelah selatan dibatasi oleh sungai Carmanvatī dan di barat oleh kerajaan Matsya, Kuru dan Śurasena. Setelah terjadi perselisihan antara Mahārāja Drupada dengan Droṇa Ᾱcārya, Pañcala dibagi menjadi dua; satunya oleh Mahārāja Drupada dan bagian Utara Pañcala diperintah oleh putra Droṇa, Aśvāthāma. Di sini, nama Yuddhāmanyu dijejer bersama dengan kata vikrānta. Yuddāmanyu disebutkan sebagai ksatria yang sangat kuat dan saudaranya yang bernama Uttamauja sebagai ksatria sangat pemberani (vīryavān). Keśavakaśmi Bhattācārya dalam Tatva-prakāśikā-nya setuju dengan hal ini (yuddhāmanyor vikrānta iti. Uttamaujaso vīryavān iti). Madhusūdana Sarasvati dalam Guḍhārthadīpikā-nya juga berpendapat yang sama (vikrānto yuddhāmanyuḥ vīryavānścottamaujā iti dvau). Dhṛṣṭadyumna memberikan tugas kepada mereka berdua untuk menjaga kanan-kiri kereta Arjuna. Uttamauja menjaga keselamatan roda kereta bagian kanan dan Yudhāmanyu menjaga bagian kiri. Belakangan tugas tersebut digantikan oleh Sātyakī dan Dhṛṣṭadyumna. Diberikan nama Uttamauja karena ia adalah seorang anak pilihan, sangat baik dan yang maha utama (uttama), digabung dengan kata Ojah (berarti kekuatan tenaga dalam, inner power) menjadi Uttamaujah, seorang anak yang sangat utama dan memiliki kekuatan tenaga dalam maha hebat. Śankarānanda dalam Tātparyabodhinī-nya menegaskan Uttamauja sebagai ksatria sangat hebat (uttamojo balaṁ yasya sa uttamaujāḥ pāñcālaḥ vīryavān). Saat ia bertempur, ia akan membangkitkan kekuatan tenaga dalamnya dan ia bertempur sebagai meditasi atau sembahyang baginya, sebagai persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam peperangan Kurukṣetra Uttamauja bertempur dan mengalahkan Suśena, putra Karṇa dan Yudhāmanyu membunuh Citrasena, saudara Karṇa. Yudhāmanyu dan Uttamauja akhirnya dibunuh bersama-sama dengan lima orang putra Drupadī setelah perang Bharatayuddha berakhir, di hari ke- 18 perang Kurukṣetra dengan cara sangat keji. Aśvātthāmā dengan cara sangat licik di tengah malam mendatangi kemah musuh dan menggorok Yuddhāmanyu, Uttamauja serta kelima putra Drupadī di dalam kemahnya ketika mereka sedang tertidur. “Saubhadro draupadeyāś ca sarva eva mahārathāḥ” – putra Subhadrā yaitu Abhimanyu (saubhadro’bhimanyuḥ) dan kelima putra Drupadī (draupadeyāḥ) semua adalah ksatria Mahārathī. Bhāvaprakāśa dari Sadānanda menyebutkan bahwa putra Subhadrā yang dimaksud adalah Abhimanyu (saubhadraḥ subhadrāputro’bhimanyuḥ) dan draupadeyāḥ dimaksud adalah kelima putra Drupadī (draupadeyāḥ drupadīputrāḥ prativindhyādayaḥ pañca). Dalam kitab Viṣṇu Purāṇa disebutkan pula terdapat nama Abhimanyu lain yang adalah putra dari Manu Cakṣusā dengan istrinya bernama Naḍvalā. Abhimanyu yang Saubhadrā-putra pada hidup lalunya adalah putra Dewa Soma bernama Varcas. Ia dikirim ke dunia ini untuk tujuan tertentu selama 16 tahun. Menurut cerita, itulah sebabnya ia terbunuh di medan perang Kurukṣetra pada usianya yang ke-16. Abhimanyu dan ibunya, Subhadrā dipelihara oleh Kṛṣṇa di Dvārikā pada waktu Pāṇḍava menjalani pengasingannya. Ia diajarkan ilmu peperangan oleh putra Kṛṣṇa, Pradyumna dan juga oleh Satyaki, Kṛtavarma dan lain-lain. Bimbingan Kṛṣṇa dan Baladeva sejak kecil membuat ia menjadi seorang ksatria sejati setingkat Mahārathī. Dalam peperangan Bharatayuddha ia menunjukkan kegagahan dan keberanian luar biasa. Ia dipuji tidak hanya oleh pihaknya tetapi juga oleh pihak musuh, Kaurava. Ia sendirian berhasil menghancurkan hampir satu akṣauhiṇi pasukan Kaurava. Keksatriaan dan gelar Mahārathī-nya menjadi nyata ketika pada hari ke-13 perang Kurukṣetra, Abhimanyu menembus formasi Cakravyūha yang digelar oleh Droṇācārya. Formasi pasukan perang yang bernama Cakravyūha adalah formasi yang sangat hebat dan mustahil untuk ditembus oleh musuh. Selain Abhimanyu, hanya tiga orang lagi yang mampu menembus formasi Cakravyūha maha kuat dan sangat rapi itu, yaitu Arjuna, Kṛṣṇa dan Pradyumna. Setelah berhasil menembus Cakravyūha, Abhimanyu mengamuk dan sendirian ia menghancurkan hampir satu akṣauhiṇi pasukan Kaurava (Satu Akṣauhiṇi pasukan terdiri dari 21870 kereta perang, 21870 gajah, 65610 kuda dam 109350 orang tentara). Kaurava akhirnya terpaksa menerapkan ilmu “keroyok”-nya. Seorang anak muda usia 16 tahun dikeroyok oleh para ksatria maha hebat seperti Droṇa, Kṛpācārya, Karṇa, Śakuni, Duryodhana, Bhagadatta, Aśvatthāmā, Śalya, Kṛtavarmā, Bṛhadbala dan lainlain. Melihat kemampuan Duryodhana sudah tidak memungkinkan memenangkan pertempuran akhirnya (atas hasutan Śakuni) Droṇa mengatakan bahwa Abhimanyu hanya bisa dikalahkan melalui cara tidak ksatria. Karṇa, setelah mendapat aba-aba dari pemimpin perangnya, secara diam-diam dan licik segera memanah dan menghancurkan tali busur Abhimanyu dari belakang. Sedangkan di saat yang sama, dari arah depan Droṇa membunuh kuda-kuda dan kusir kereta Abhimanyu, Sumitra. Mulailah terjadi pengeroyokan seorang anak muda oleh para ksatria kuat tak terkalahkan. Abhimanyu diserang dengan berbagai senjata dari segala arah. Akhirnya dalam pengeroyokan tersebut ia gugur oleh serangan terakhir oleh putra Dusśāsana bernama Durmaśana. Sumber lain menyebutkan nama putra Dusśāsana dengan nama Saindhava. |
Kamis, 08 November 2012
Bhagavad-gītā Bab 1 Śloka 6
0 Comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)