Rabu, 21 November 2012

Kisah si “GANESH”




Kisah si “GANESH”
 Suatu hari Dewi Parwati ingin mandi, maka dia panggil pengawal, tapi pengawal sedang tidak ada. Lalu dia panggil anak laki-lakinya yang ternyata juga sedang pergi. Akhirnya dipanggilnya anak angkatnya yang bernama Ganesh (kalau di Indonesia sepertinya disebut Ganesha atau Ganesa). Lalu dia berpesan: “Ganesh, Kau jaga pintu di depan rumah, Ibu mau mandi, jangan biarkan seorangpun juga memasuki rumah ini ketika ibu sedang mandi”. Ganesh si anak angkat yang patuh itu pun mengangguk dan duduk berjaga di depan pintu. Tak lama kemudian ketika Dewi Parwati sedang mandi, kebetulan Bhatara Shiwa (Dewa Shiwa) datang dan hendak memasuki rumah. Ganesh, sesuai perintah ibu angkatnya tentu saja tidak mengizinkan.
 
Bhatara Shiwa lalu marah, “Kenapa saya tidak boleh memasuki rumah ini?”.
 
Ganesh menjawab: “Ibu sedang mandi, dan beliau berpesan agar saya tidak mengizinkan satu orang pun memasuki rumah ini ketika beliau sedang mandi”.
 
Bhatara Shiwa bertambah marah: “ Saya akan memasuki rumah ini, tidak boleh ada yang melarang!”.
 
Ganesh tetap menghambat, sehingga Bhatara Shiwa makin marah. Ia lalu menghunus senjatanya sambil bertanya:”Kamu tahu siapa saya?”
 
Ganesh dengan tenang menjawab: “TIDAK”. Karena dia memang tidak tahu.
 
Kemarahan Bhatara Shiwa mencapai puncaknya, ia berseru: “Saya adalah Bhatara Shiwa, yang punya rumah ini!” Lalu dengan sekali tebas, kepala Ganesh sudah terlepas kena pancungan Bhatara Shiwa.
 
Ketika Dewi Parwati selesai mandi dan mengetahui apa yang terjadi, ia marah kepada Bhatara Shiwa. “Kamu sadar bahwa kamu telah membunuh seorang anak yang tidak bersalah? Dia melarang itu hanya karena menuruti perintah saya”. Bhatara Shiwa terdiam, lalu Dewi Parwati memberi ultimatum bahwa Ganesh harus dihidupkan kembali.
 
Menurut kepercayaan mereka waktu itu, Kalau ada orang meninggal karena terpancung, dan jika ada orang lain yang ‘pertama’ lewat disekitar itu lalu diambil kepalanya (dengan cara dipancung juga) kemudian kepala orang kedua dipasangkan ke badan orang yang pertama, maka orang yang pertama tadi bisa hidup kembali. Maka Bhatara Shiwa lalu menyuruh semua pengawal berpencar di sekitar rumah Dewi Parwati (yang sebenarnya juga rumah Bhatara Shiwa) untuk mencari orang yang kepalanya bisa dipasangkan ke badan Ganesh. Ternyata setelah waktu berapa lama, tidak ada juga orang yang lewat di sana.
 
Ketika harapan sudah hampir pupus, tiba-tiba seekor gajah lewat. Apa boleh buat, yang ‘pertama’ lewat ternyata bukan manusia, tetapi gajah. Pengawal dengan sigap memenggal kepala gajah lalu memasangkannya ke badan Ganesh. Ganesh pun hidup kembali, walaupun dengan kepala gajah.
 
Apakah Ganesh kemudian marah? TIDAK. Dia tidak menyesali ibu angkatnya, walaupun ia terpancung karena menjalankan perintah ibunya itu. Ganesh juga tidak menyalahkan Bhatara Shiwa yang memancung kepalanya, karena Bhatara Shiwa hanya ingin memasuki rumahnya sendiri. Apakah Ganesh menyesali keadaannya? Juga TIDAK. Dia hanya bersyukur bisa hidup kembali walaupun dengan kepala yang sudah berganti. Tidak ada dendam dan penyesalan pada diri Ganesh. Dia hanya ingin tetap menjadi anak yang baik dan patuh kepada orang tuanya.
 
Keadaan ini akhirnya membuat Ganesh di boyong ke istana Bhatara Shiwa dan dijadikan pengawal kerajaan. Suatu hari dia akan mengawal Dewi Parwati dan anggota keluarga lainnya. Ketika semua naik burung Garudh (kalau di kita mungkin maksudnya garuda), ternyata Ganesh tidak kebagian tempat dan hanya naik burung biasa. Ketika yang lain bisa berjalan-jalan sejauh mungkin, Ganesh dengan kondisi dan posisinya hanya bisa berputar-putar di sekeliling istana. Semua itu dijalani Ganesh tetap dengan tawa dan ceria, tanpa harus merasa rendah diri. Wajahnya memang telah berubah menjadi si buruk rupa, tapi tidak hatinya. Ia tetap bekerja dan melaksanakan setiap tugasnya dengan sungguh-sungguh dan membantu setiap orang yang membutuhkannya.
 
Akhirnya hati Bhatara Shiwa pun luluh dan bersabda: “Ganesh, selama hidupmu, dimanapun kau berada, kamu akan selalu bermanfaat bagi orang-orang yang ada di sekeliling kamu!”
 
Begitulah kira-kira ‘inti’ dari legenda Ganesh yang diceritakan peneliti dan ahli kebudayaan Asia, Dr. Bachchan di ruang kerjanya, ketika saya berkunjung ke kantornya di Indira Gandhi National Center, New Delhi, dua bulan yang lalu.
 
Sebenarnya beliau mengundang saya waktu itu hanya untuk membicarakan tentang kegiatan ASF, dan memberikan beberapa nasehat dan wejangan, ketika tiba-tiba saya melihat gambar Ganesh di salah satu sudut ruangannya dan spontan saya bertanya, karena setahu saya di ITB juga ada ‘gajah duduk’ (walaupun yang saya lihat di ruangan pak Bachchan itu si Ganesh berupa manusia yang sedang duduk dengan kepala gajah yang utuh, tapi badan, tangan dan kakinya normal). Agak berbeda dengan yang saya lihat di ITB, karena “Ganesa” yang lambang ITB setahu saya salah satu gadingnya patah, ia menyandang kapak, selendang dan memegang buku, dan… cawan??, yang pastinya semua itu juga punya makna tersendiri bagi orang-orang ITB (saya bukan orang ITB, jadi mohon di koreksi oleh orang-orang dari ITB kalau saya salah).
 
Diskusi lalu beralih ke Ganesh.
Beliau (Bachchan) lalu bilang: Lihatlah my sister, betapa banyak filosofi dan pelajaran hidup, yang ternyata dapat kita petik dari kisah si Ganesh ini, antara lain:

1) Cerita Ganesh mengajarkan kita agar teguh memegang amanah. Lihatlah betapa Ganesh yang sudah berjanji untuk melaksanakan perintah ibu (angkat)nya, benar-benar teguh dan bertanggung jawab sekalipun ia harus kehilangan kepalanya.

2) Cerita Ganesh juga mengingatkan kita agar jangan cepat mengambil keputusan atau bertindak ketika pikiran dan perasaan masih sedang diliputi emosi. Lihatlah Bhatara Shiwa yang akhirnya juga menyesal karena terlanjur memenggal kepala si Ganesh.

3) Kita diingatkan agar tidak mudah menyalahkan orang lain ataupun berburuk sangka atas apa yang menimpa diri kita. Ganesh tidak pernah menyesali Dewi Parwati yang telah membuat kepalanya terpancung, dan juga tidak menyalahkan Bhatara Shiwa yang memancung kepalanya.

4) Ganesh juga mampu membuang jauh-jauh rasa dendam dalam hatinya atas apa yang telah terjadi dan menimpa dirinya.

5) Ganesh bekerja tanpa pamrih, walaupun fasilitas yang diterima kadang-kadang kurang sesuai dengan yang seharusnya, ia tetap bekerja sebaik-baiknya dan tidak menuntut macam-macam.

6) Ganesh boleh saja wajahnya si buruk rupa, tapi tidak untuk hatinya.

7) Ganesh mengajarkan agar hidup itu tetap dijalankan dengan ceria dan optimisme, dan berbuat yang terbaik sesuai kemampuan kita walaupun kita punya keterbatasan, baik keterbatasan fisik, pikiran, tenaga ataupun harta.

8) Ganesh mengajarkan agar kita tidak mudah menyerah, apalagi rendah diri dengan kekurangan yang ada, tetapi justru mengoptimalkan potensi yang dimiliki, tanpa perlu merasa sombong, hebat atau benar sendiri.

9) Ganesh juga mengajarkan bagaimana menjadi orang yang selalu berbuat baik dan bermanfaat bagi orang lain, dimanapun ia berada.
 
Yah...., Saya terdiam. Betul yang dinasehatkan senior saya itu, memang alangkah indahnya mungkin dunia ini kalau kita bisa mempunyai sifat-sifat Ganesh di atas. Semoga Tuhan mengarahkan kita ke jalan dan kehidupan yang lebih baik.
 
Beliau yang juga pernah tinggal di Indonesia selama beberapa bulan untuk meneliti itu lalu melanjutkan. ”Mungkin itulah sebabnya, salah satu perguruan tinggi di negaramu di Bandung sana, ITB, juga menjadikan Ganesh sebagai ’icon’ nya. Barangkali dengan tujuan agar lulusannya adalah orang-orang yang juga luar biasa seperti Ganesh.”
 
”Ya..., saya kira juga begitu”, jawab saya.

Sumber
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar