Selasa, 06 November 2012

Sejarah Peradah Indonesia


Bhinneka Tunggal Ika Tan Hanna Dharma Mangrwa,

Sejak diakuinya Agama Hindu sebagai agama resmi oleh pemerintah Republik Indonesia, sampai dengan berdirinya Parisada Hindu Dharma pada tahun 1959, umat Hindu  belum memiliki organisasi kemasyarakatan (ormas) skala nasional. Hadirnya ormas nasional bernafaskan Hindu dibutuhkan, mengingat perkembangan populasi umat di seluruh Nusantara. Menghadapi situsi yang makin kompetitif, wadah organisasi formal nasional kian dibutuhkan untuk  melakukan koordinasi serta  pembinaan dan pendidikan dalam hal dharma  agama dan dharma negara.

Sebelum adanya organisasi kemasyaraktan nasional, pranata sosial yang ada dalam komunitas umat Hindu masih bersifat lokal. Dorongan untuk membentuk organisasi kemasyarakatan tingkat nasional bangkit di seluruh kantong umat Hindu di bumi Nusantara ini. Yang semula secara sporadis, baik di kota-kota besar, kampus-kampus, di desa-desa di wilayah pemukiman transmigrasi, dalam bentuk kelompok diskusi, organisasi suka duka krama banjar, dan lembaga sosial local menjadi satu kekuatan berhimpun secara nasional.

Sebagai respon atas dorongan berhimpun yang begitu kuat, pada bulan September 1983, beberapa cendekiawan, mahasiswa, dan generasi muda Hindu di Yogyakarta mengadakan pertemuan untuk mewujudkan sebuah organisasi yang meliputi komponen-komponen cendekiawan, mahasiswa, dan Pemuda Hindu Dharma bertaraf nasional. Pertemuan pada bulan September dilanjutkan pada bulan Oktober 1983, dan menghasilkan suatu keputusan bahwa akan diadakan usaha penjajakan bagi pembentukan sebuah Organisasi Kemasyarakatan Hindu tingkat nasional yang disebut sebagai Sarasehan Pembentukan/Formatur Ormas Hindu Dharma Tingkat Nasional.

Sarasehan tersebut dilaksanakan pada tanggal 19 dan 20 Nopember 1983, yang diakhiri dengan sebuah IKRAR yang ditandatangani oleh 150 orang termasuk Drs. I.B Oka Puniatmaja (Parisada), drg. Willi Pradnya Surya (DKI Jakarta), I.B Suandha Wesnawa,SH (Bali), I Wayan Sudirtha,SH (DKI Jakarta), I Ketut Renes (DKI Jakarta), IKA Sudiasna (Bandung), Agung K. Putra Ambara (Bandung), dan K. Sudana,SM.Hk (Bandung). Bunyi IKRAR tersebut sebagai berikut :

Om Swastiastu,

Kami Umat Hindu yang mewakili komponen-komponen pemuda, mahasiswa, dan cendikiawan dari seluruh Indonesia, berikrar:
Sepakat membentuk organisasi kemasyarakatan tingkat nasional sebagai satu wadah kegiatan dalam melaksanakan Dharma Agama dan Dharma Negara yang berasas tunggal Pancasila.

Dalam merealisasikan tujuan tersebut di atas, kami menyiapkan diri untuk menyelenggarakan Munas (Mahasabha), sebagai tindak lanjut dari kesepakatan ini, di Yogyakarta. Semoga Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa Asung Wara Nugraha atas kesepakatan dan kelanjutan tindakan kami bersama ini.

Om Çanti Çanti Çanti Om

Akhirnya melalui sebuah proses yang panjang dan melelahkan pada tanggal 11 Maret 1984 dideklarasikanlah organisasi kepemudaan Hindu tingkat nasional yang pertama dan diberi nama Perhimpunan Pemuda Hindu (Peradah) Indonesia.
Nama Peradah Indonesia ini diilhami oleh 3 hal:
1.     “Mpu Bharadah”
seorang puruhita yang sangat terkenal, dalam sejarah Jawa Timur menyeesaikan permasalahan yang terjadi antara Kediri dan Daha.
2.    “Perada”
Warna kuning keemasan yang diyakini sebagai warna agung khususnya di Bali.
3.    ”Anak Polah Bapa Keperadah”
Slogan Jawa yang terkenal sebagai bentuk penghormatan kepada orang yang dituakan atau leluhur.

Sejak pertamakali berdiri hingga sekarang Peradah Indonesia telah melaksanakan Mahasabha (Musyawarah Nasional) sebanyak 8 kali dengan kepengurusan yang dipimpin oleh 6 (enam) Ketua Umum dengan urutan dan periode kepengurusan sebagai berikut:
1.    I Gusti Ketut Gede Suena (1984 - 1989)
2.    Dra. Sylvia Ratnawati (1989 - 1993, 1993 - 1997)
3.    Gusti Putu Ngurah Wirawan (1997 - 2000, 2000 - 2003)
4.    Ketut Suratha Arsana (2003 - 2006)
5.    I Nyoman Gde Agus Asrama (2006 - 2009)
6.    I Komang Adi Setiawan (2009 - 2012)
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar